Jika mencermati status gizi anak Indonesia,akan muncul dilema. Dua potret kesehatan anak malnutrisi dan di saat yang bersamaan kelebihan gizi yang menyebabkan obesitas yang berisko pada berbagai penyakit kronik degeneratif seperti diabetes, jantung koroner.
"Meski telah banyak upaya perbaikan gizi dilakukan, khususnya perbaikan gizi kurang pada anak, tetapi masalah gizi anak di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dan menunjukkan kesenjangan yang tinggi antar daerah dan golongan ekonomi keluarga," ungkap pakar gizi, Prof Dr. Ir. Hardinsyah, MS, dari Institut Pertanian Bogor dalam diskusi ilmiah `Keamanan Pangan dan Pola Konsumsi Anak' yang diselenggarakan Fonterra Brands Indonesia, Rabu (5/10/2011).
Umumnya, anak-anak yang mengalami malnustrisi disebabkan rendahnya konsumsi atau asupan vitamin dan mineral. Ini juga pertanda bahwa konsumsi pangan hewani (daging, ikan, susu dan telur), buah dan sayur anak Indonesia belum memadai. Anak gemuk mengalami kelebihan lemak, karbohidrat dan gula tambahan melalui makanan maupun minuman.
Dikatakannya, sepertiga anak balita tidak menenuhi kebutuhan energi minimal yang dibutuhkan, dan seperlima balita tidak memenuhi kebutuhan protein minimal. Rata-rata pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral anak 10-12 tahun pada umummnya dibawah 65 persen. Namun sebagian anak mengkonsumsi telah melebihi kebutuhannya.
Diperoleh fakta berdasarkan data Riskesdas (2010) status gizi dan konsumsi gizi anak Indonesia masih bermasalah. Sekitar sepertiga anak masih mengalami status gizi pendek (termasuk sangat pendek) dan seperenam anak balita masih mengalami gizi kurang (termasuk gizi buruk).
"Peran berbagai pihak mulai dari pakar kesehatan anak, institusi pemerintah, produsen pangan anak, dan masyarakat itu sendiri sangat dibutuhkan agar komitmen untuk menyediakan asupan yang sehat dan tepat bagi anak Indonesia dapat semakin kuat dan terlaksana baik," katanya.
(Sumber Tribunnews)
"Meski telah banyak upaya perbaikan gizi dilakukan, khususnya perbaikan gizi kurang pada anak, tetapi masalah gizi anak di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dan menunjukkan kesenjangan yang tinggi antar daerah dan golongan ekonomi keluarga," ungkap pakar gizi, Prof Dr. Ir. Hardinsyah, MS, dari Institut Pertanian Bogor dalam diskusi ilmiah `Keamanan Pangan dan Pola Konsumsi Anak' yang diselenggarakan Fonterra Brands Indonesia, Rabu (5/10/2011).
Umumnya, anak-anak yang mengalami malnustrisi disebabkan rendahnya konsumsi atau asupan vitamin dan mineral. Ini juga pertanda bahwa konsumsi pangan hewani (daging, ikan, susu dan telur), buah dan sayur anak Indonesia belum memadai. Anak gemuk mengalami kelebihan lemak, karbohidrat dan gula tambahan melalui makanan maupun minuman.
Dikatakannya, sepertiga anak balita tidak menenuhi kebutuhan energi minimal yang dibutuhkan, dan seperlima balita tidak memenuhi kebutuhan protein minimal. Rata-rata pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral anak 10-12 tahun pada umummnya dibawah 65 persen. Namun sebagian anak mengkonsumsi telah melebihi kebutuhannya.
Diperoleh fakta berdasarkan data Riskesdas (2010) status gizi dan konsumsi gizi anak Indonesia masih bermasalah. Sekitar sepertiga anak masih mengalami status gizi pendek (termasuk sangat pendek) dan seperenam anak balita masih mengalami gizi kurang (termasuk gizi buruk).
"Peran berbagai pihak mulai dari pakar kesehatan anak, institusi pemerintah, produsen pangan anak, dan masyarakat itu sendiri sangat dibutuhkan agar komitmen untuk menyediakan asupan yang sehat dan tepat bagi anak Indonesia dapat semakin kuat dan terlaksana baik," katanya.
(Sumber Tribunnews)